Kamis, 19 Mei 2011

PRINSIP DASAR AKUNTANSI BANK ISLAM

Dengan prinsip operasi yang berbeda dengan bank konvensional memberikan implikasi
perbedaan pada prinsip akuntansi baik dari segi penyajian maupun pelaporannya.
Laporan akuntansi bank Islam akan terdiri dari :
 · Laporan posisi keuangan / neraca 
· Laporan laba-rugi 
· Laporan arus kas 
· Laporan perubahan modal 
· Laporan perubahan investasi tidak bebas /terbatas 
· Catatan atas laporan keuangan 
· Laporan sumber dan penggunaan zakat 
· Laporan sumber dan penggunaan dana qard/qardul hasan

Beberapa hal yang menonjol dalam akuntansi bank Islam adalah :
• Giro dan tabungan wadiah dicatat / disajikan sebagai hutang dalam neraca.
• Rekening investasi mudharabah bebas / deposito dicatat/disajikan sebagai rekening
tersendiri antara hutang dan modal (bukan hutang).
• Rekening investasi tidak bebas dicatat terpisah sebagai off balance sheet account
dalam bentuk laporan perubahan posisi investasi tidak bebas.
• Piutang murabahah dicatat sebesar sisa harga jual yang belum tertagih dikurangi
dengan margin yang belum diterima 
• Investasi mudharabah dan musyarakah disajikan sebesar sisa nilai modal yang
disertakan atau diinvestasikan 
• Aset yang disewakan dicatat sebesar harga perolehan dikurangi dengan akumulasi
penyusutan.
• Pendapatan pada umumnya diakui secara  cash basis sedang beban tetap secara
accrual basis.
• Bagi hasil antara mudharib dan sahibul mal dilakukan atas profit loss sharing atau
revenue sharing, sedangkan pendapatan bank yang berasal dari investasi dana
sendiri atau dari dana yang bukan berasal dari rekening investasi sepenuhnya
menjadi pendapatan bank, disamping itu pendapatan jasa bank sepenuhnya
menjadi pendapatan bank yang tidak dibagi hasilkan.
Prinsip akuntansi bank Islam mengacu pada Accounting and Auditing Standard for Islamic
Financial Institution yang diterbitkan oleh  Accounting and Auditing Organization for
Islamic Financial Institution yang berpusat di Bahrain yang didirikan pada tahun 1991 atas
prakarsa IDB dan beberapa lembaga keuangan Islam besar dan sekarang telah
mempunyai anggota hampir seluruh lembaga keuangan Islam.

Bank Indonesia bersama IAI sedang dalam proses untuk mengadopsi standard tersebut
menjadi standar akuntansi bank syariah di Indonesia.

Senin, 09 Mei 2011

PERBEDAAN DAN KEUNGGULAN PERBANKAN SYARIAH

Perbedaan praktek perbankan syariah dengan praktek perbankan konvensional serta keunggulannya dapat dijelaskan dalam tulisan ini sebagai informasi bagi pembaca yang belum mengenal perbankan syariah. Perbedaan pertama terletak pada akad yang mendasari setiap transaksi yang terjadi. Pada perbankan syariah, akad didasarkan pada prinsip syariah yang sesuai dengan ajaran Islam. Semua transaksi yang terjadi di bank syariah harus mengikuti kaedah-kaedah dalam akad tersebut. Dalam perbankan konvensional, perjanjian yang dibuat dalam setiap transaksi tidak berdasarkan syariah Islam. Hal ini disebabkan dalam perbankan konvensional mengenakan imbalan bentuk bunga dalam produk tabungan, giro, deposito dan pinjamannya. Perbedaan ini menjadi keunggulan bagi perbankan Syariah. Kelompok masyarakat yang ingin menjalani hidup sesuai syariah Islam dan bebas dari praktek riba dalam bisnis, maka mereka lebih berminat untuk menanamkan dananya di Perbankan Syariah dibandingkan dengan perbankan konvensional.Hasil penelitian Saharah dan Hidayah (2008) menunjukkan indikasi adanya peralihan dana dari perbankan konvensional ke perbankan syariah.
Perbedaan kedua, dilihat dari sisi sistem imbalan. Dalam perbankan konvensional memandang uang sebagai komoditi sehingga semua biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh dana atau uang tersebut diakui sebagai biaya bunga. Sehingga apabila dana ini dijual maka bunga yang diperoleh harus di atas biaya bunga atau perbedaannya disebut dengan spread. Bila spread-nya negatif, bank akan rugi begitu sebaliknya. Dalam sistem imbalan ini, perbankan konvensional menerima hasil dari dana yang dijualnya tidak berdasarkan pada kinerja usaha si peminjam. Dalam perbankan syariah, imbalan didasarkan kepada profit sharing sebagaimana dijelaskan bagian sebelumnya. Dalam konteks bank syariah, pengungkapan informasi kinerja yang komprehensif termasuk informasi yang memungkinkan nasabah menilai keuntungan dan resiko menabung di bank syariah sangatlah penting mengingat pembagian keuntungan nasabah Bank syariah bukan atas dasar bunga melainkan atas pembagian hasil investasi (Yahya, dkk; 2008). Transparasi dalam pembagian keuntungan merupakan keunggulan lain dari perbankan syariah dibandingkan dengan perbankan konvensional.
Perbedaan ketiga, dalam perbankan konvensional dana, dari masyarakat disalurkan oleh bank ke berbagai pembiayaan atau investasi tanpa diketahui oleh si penabung apakah digunakan untuk pembiayaan bisnis yang halal atau haram. Dalam perbankan syariah, dana yang dihimpun dari masyarakat akan disalurkan keberbagai pembiayaan atau investasi yang halal. Penyaluran dana ini diketahui oleh nasabah bank tersebut. Kejelasan penyaluran dana nasabah untuk tujuan yang halal dan tidak spekulatif telah memberikan keunggulan tersendiri perbankan syariah dibandingkan dengan perbankan konvensional.
Perbedaaan keempat, nilai rupiah bunga yang akan dibayar atau akan diterima perbankan konvensional dapat dipastikan nilainya dimuka (awal periode), sedangkan di perbankan syariah nilai rupiah imbal hasil tidak ditentukan dimuka tetapi ditentukan satu bulan berikutnya. Hal ini disebabkan karena adanya prinsip bagi hasil dalam perbankan syariah, dimana hasilnya dapat ditentukan diakhir periode setelah dilakukan perhitungan hasil. Dengan kepastian hasil dimuka dalam perbankan konvensional telah membuka praktek spekulatif bagi nasabah dan debitur perbankan konvesnional. Tindakan spekulatif ini dapat dihindari dalam perbankan syariah karena hasilnya tidak ditentukan dimuka tetapi diakhir periode setelah mengetahui hasil yang sesungguhnya dari pembiayaan yang dilakukan oleh perbankan syariah tersebut.
Perbedaan kelima, dalam hal struktur organisasi bank sesuai ketentuan Bank Indonesia, bank syariah diharuskan untuk memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam struktur organisasinya. DPS ini bertugas untuk mengawasi operasional bank dan produk-produknya agar sesuai dengan garis-garis syariah. DPS biasanya ditempatkan pada posisi setingkat dengan dewan komisaris. DPS ini ditetapkan pada saat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) setiap tahunnya.
Peningkatan jumlah dana pihak ketiga di perbankan syariah sampai dengan tahun 2006 (Bank Indonesia, 2006) telah membuktikan adanya kepercayaan masyarakat dan keunggulan sistem perbankan syariah. Beik (2006) menyatakan diantara kunci kesuksesan suatu bank syariah sangat ditentukan oleh tingkat kepercayaan publik terhadap kesesuaian operasional bank dengan sistem syariah. Berdasarkan hal tersebut, bank syariah harus dapat meyakinkan para nasabah bahwa pelaksanaan operasional bank syariah telah dijalankan sesuai dengan syariah (Yahya, dkk.2008). Salah satu sumber untuk meraih kepercayaan publik atau nasabah adalah dengan memberikan atau menyampaikan informasi kepada publik bahwa bank syariah menjalankan operasionalnya telah sesuai dengan prinsip syariah. Hal ini merupakan salah satu keunggulan utama dari perbankan syariah.

Oleh: SPARTA
Dosen tetap STIE- Indonesia Banking School,
Jl. Kemang Raya No.35 Kemang Kebayoran Jakarta Selatan

Jumat, 06 Mei 2011

PRODUK BANK SYARIAH


1.   Al-wadi’ah  (Simpanan)

Al-Wadi’ah atau dikenal dengan nama titipan atau simpanan, merupakan titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik perorangan maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikain kapan saja bila si penitip menghendaki.

�  Penerima sim­panan disebut yad al-amanah yang artinya tangan amanah. Si pe­nyimpan tidak bertanggung jawab atas segala kehilangan dan keru­sakan yang terjadi pada titipan selama hal itu bukan akibat dari kela­laian atau kecerobohan yang bersangkutan dalam memelihara barang titipan.

�  Penggunaan uang titipan harus terlebih dulu meminta izin kepada si pemilik uang dan dengan catatan si pengguna uang menjamin akan mengembalikan uang ter­sebut secara utuh. Dengan demikian prinsip yad al-amanah (tangan amanah) menjadi yad adh-dhamanah (tangan penanggung).

�  Konsekuensi dari diterapkannya prinsip yad adh-dhamanah pihak bank akan menerima seluruh keuntungan dari penggunaan uang, namun sebaliknya bila mengalami kerugian juga harus ditanggung oleh bank.

�  Sebagai imbalan kepada pemilik dana disamping jaminan keamanan uangnya juga akan memperoleh fasilitas lainnya seperti insentif atau bonus untuk giro wadiah. Artinya bank tidak di­larang untuk memberikan jasa atas pemakaian uangnya berupa in­sentif atau bonus, dengan catatan tanpa perjanjian terlebih dulu baik nominal maupun persentase dan ini murni merupakan kebijakan bank sebagai pengguna uang. Pemberian jasa berupa insentif atau bonus biasanya digunakan istilah nisbah atau bagi hasil antara bank dengan nasabah. Bonus biasanya diberikan kepada nasabah yang memiliki dana rata-rata minimal yang telah ditetapkan.

�  Dalam praktiknya nisbah antara bank (shahibul maal) dengan deposan (mudharib) biasanya bonus untuk giro wadiah sebesar 30%, nisbah 40%:60% untuk simpanan tabungan dan nisbah 45%:55% untuk simpanan deposito.


Contoh rekening giro Wadiah :

Tn. Baris memiliki rekening giro wadiah di Bank Muamalat Sungailiat dengan saldo rata-rata pada bulan Mei 2002 adalah Rp 1.000.000,-. Bonus yang diberikan Bank Muamalat Sungailiat kepada nasabah adalah 30% dengan saldo rata-rata minimal Rp 500.000,-. Diasumsikan total dana giro wadiah di Bank Muamalat Sungailiat adalah Rp 500.000.000,-. Pendapatan Bank Muamalat Sungailiat dari penggunaan giro wadiah adalah Rp 20.000.000,-.

Pertanyaan : Berapa bonus yang diterima oleh Tn. Baris pada akhir bulan Mei 2002.

Jawab :

          Rp 1.000.000,-
Bonus yang diterima  =                                 x  Rp 20.000.000,-  x  30 %  Tn. Baris                          Rp 500.000.000,-  (sebelum dipotong pajak)

  = Rp 12.000,-­


Contoh Perhitungan Keuntungan Tabungan Mudharabah :

Tn. Derani memiliki tabungan di Bank Syariah Pangkal Pinang. Pada bulan juni 2002 Saldo rata-rata tabungan Tn. Derani adalah sebesar Rp 10.000.000,-. Perbandingan bagi hasil (nisbah) antara Bank Syariah Pangkal Pinang dengan deposan adalah 40%:60%. Saldo rata-rata tabungan per-bulan di seluruh Bank Syariah Pangkal Pinang adalah Rp 10.000.000.000,-. Kemudian pendapatan Bank Syariah Pangkal Pinang yang dibagihasilkan adalah Rp 40.000.000,-.

Pertanyaan : Berapa keuntungan Tn. Derani pada bulan yang bersangkutan.

Jawab :

         Rp 10.000.000,-­
Keuntungan   =                                         x  Rp 40.000.000,-  x  60 % 
Tn. Derani            Rp 10.000.000.000,-  (sebelum dipotong pajak)

    = Rp 24.000,­-



Contoh Perhitungan Keuntungan Deposito Mudharabah :

Tn. Rahman Hakim memiliki deposito sebesar Rp 100.000.000, ­untuk jangka waktu 1 bulan di Bank Syariah Belinyu. Bagi hasil (nisbah) antara Bank Syariah Belinyu dengan nasabah adalah 45%:55%. Saldo rata-rata deposito per bulan di Bank Syariah Belinyu adalah Rp 10.000.000.000,-. Kemudian pendapatan yang dibagihasilkan di Bank Syariah Belinyu adalah Rp 500.000.000, -.

Pertanyaan : Berapa keuntungan Tn. Rahman Hakim dari nisbah yang ditetapkan.

Jawab:

    Rp 100.000.000,-
Keuntungan =                                       x  Rp 500.000.000,- x   55% nasabah              Rp 10.000.000.000,-         (sebelum dipotong pajak)

                     =  Rp 2.750.000,­-




2.   Pembiayaan dengan bagi basil

a. Al-musyarakah

Al-musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau le­bih untuk melakukan usaha tertentu. Masing-masing pihak membe­rikan dana atau amal dengan kesepakatan bahwa keuntungan atau resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.

AI-musyarakah dalam praktik perbankan diaplikasikan dalam hal pembiayaan proyek. Dalam hal ini nasabah yang dibiayai dengan bank sama-sama menyediakan dana untuk melaksanakan proyek tersebut. Keuntungan dari proyek dibagi sesuai dengan kesepakatan untuk bank setelah terlebih dulu mengembalikan dana yang dipakai nasabah. Al-musyarakah dapat pula dilakukan untuk kegiatan investasi seperti pada lembaga keuangan modal ventura.

b. AI-mudharabah

Pengertian AI-mudharabah adalah akad kerja sama antara dua pihak, di mana pihak pertama menyediakan seluruh modal dan pihak lain menjadi pengelola. Keuntungan dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Apabila rugi maka akan ditanggung pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat dari kelalaian si pengelola. Apabila kerugian diakibatkan kelalaian pengelola, maka si pengelolalah yang bertanggung jawab.

�  mudharabah muthlaqah merupakan kerja sama antara pihak pertama dan pihak lain yang cakupannya lebih luas. Maksudnya tidak dibatasi oleh waktu, spesifikasi usaha dan daerah bisnis.
�  mudharabah muqayyadah merupakan kebalikan dari mudharabah muthlaqah di mana pihak lain dibatasi oleh waktu spesifikasi usaha dan daerah bisnis.

Dalam dunia perbankan Al-mudharabah biasanya diaplikasikan pada produk pembiayaan atau pendanaan seperti, pembiayaan mo­dal kerja. Dana untuk kegiatan mudharabah diambil dari simpanan tabungan berjangka seperti tabungan haji atau tabungan kurban. Dana juga dapat dilakukan dari deposito biasa dan deposito spesial yang dititipkan nasabah untuk usaha tertentu.


c.   Al-muzara'ah

Pengertian AI-muzara'ah adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dengan penggarap. Pemilik lahan menyediakan lahan kepada penggarap untuk ditanami produk pertanian dengan imbalan bagian tertentu dari hasil panen. Dalam dunia perbankan ka­sus ini diaplikasikan untuk pembiayaan bidang plantation atas dasar bagi hasil panen.

d. Al-musaqah
Pengertian AI-musaqah merupakan bagian dari al-muza'arah yaitu penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pe­meliharaan dengan menggunakan dana dan peralatan mereka sendiri. Imbalan tetap diperoleh dari persentase hasil panen pertanian. Jadi tetap dalam konteks adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dengan penggarap.






3.   Bai'al Murabahah

Pengertian Bai'al-Murabahah merupakan kegiatan jual beli pada harga pokok dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam hal ini penjual harus terlebih dulu memberitahukan harga pokok yang ia beli ditambah keuntungan yang diinginkannya.

Sebagai con­toh harga pokok barang "X" Rp 100.000,-. Keuntungan yang diharap­kan adalah sebesar Rp 5.000,-, sehingga harga jualnya Rp 105.000,-. Kegiatan Bai'al-Murabahah ini baru dilakukan setelah ada kesepa­katan dengan pembeli, baru kemudian dilakukan pemesanan. Dalam dunia perbankan kegiatan Bai'al-Murabahah pada pembiayaan pro­duk barang-barang investasi baik dalam negeri maupun luar negeri seperti Letter of credit atau lebih dikenal dengan nama L/C.

Sebagai contoh Ny. Pariani memerlukan sebuah mobil senilai Rp 30.000.000,-. Jika Bank Syariah Tanjung Pandan yang membiayai pembelian mobil tersebut maka Bank Syariah Tanjung Pandan mengharapkan suatu keuntungan sebesar Rp 6. 000.000,- selama 3 tahun, maka harga yang ditetapkan kepada Ny. Pariani adalah Rp 36.000.000, Kemudian jika nasabah setuju maka nasabah dapat mencicil dengan angsuran Rp 1.000.000,-. per bulan (diperoleh dari Rp 36.000.000,- : 36 bulan) kepada Bank Syariah Tanjung Pandan.
4.   Bai'as-salam

Bai'as-salam artinya pembelian barang yang diserahkan kemu­dian hari, sedangkan pembayaran dilakukan di muka. Prinsip yang harus dianut adalah harus diketahui terlebih dulu jenis, kualitas dan jumlah barang dan hukum awal pembayaran harus dalam bentuk uang.

Sebagai contoh seorang petani lada yang bernama Tn. Ivan Pratama hendak menanam lada dan membutuhkan dana sebesar Rp 200.000.000, untuk satu hektar. Bank Syariah Toboali menyetujui dan melakukan akad di mana Bank Syariah Toboali akan membeli hasil lada tersebut sebanyak 10 ton dengan harga Rp 200.000.000,-. Pada saat jatuh tempo petani harus menyerahkan lada sebanyak 10 ton. Kemudian Bank Syariah Toboali dapat menjual lada ter­sebut dengan harga yang relatif lebih tinggi misalnya Rp 25.000,- per. kilo. Dengan demikian penghasilan bank adalah 10 ton x Rp 25.000, = Rp 250.000.000,-. Dari hasil tersebut Bank Syariah Toboali akan memperoleh keuntungan sebesar Rp 50.000.000,-. setelah dikurangi modal yang diberikan oleh Bank Syariah Toboali yaitu Rp 250.000.000,­ dikurangi Rp 200.000.000,-.




5.   Bai'Al istishna'

Bai' Al istishna' merupakan bentuk khusus dari akad Bai'as­salam, oleh karena itu ketentuan dalam Bai` Al istishna' mengikuti ketentuan dan aturan Bai'as-salam. Pengertian Bai' Al istishna' adalah kontrak penjualan antara pembeli dengan produsen (pembuat ba­rang). Kedua belah pihak harus saling menyetujui atau sepakat lebih dulu tentang harga dan sistem pembayaran. Kesepakatan harga dapat dilakukan tawar-menawar dan sistem pembayaran dapat dilakukan di muka atau secara angsuran per bulan atau di belakang.

CV. Sungai Layang yang bergerak dalam bidang pembuatan dan penjualan sepatu memperoleh order untuk membuat sepatu anak sekolah SMU senilai Rp 60.000.000,- dan mengajukan permodalan kepada Bank Syariah Koba. Harga perpasang sepatu yang diajukan adalah Rp 85.000,- dan pembayarannya diangsur selama tiga bulan. Harga perpasang sepatu dipasaran sekitar Rp 90.000,-. Dalam hal ini Bank Syariah Koba tidak tahu berapa biaya pokok produksi. CV. Su­ngai Layang hanya memberikan keuntungan Rp 5000,- persepasang sepatu atau keuntungan keseluruhan adalah Rp 3.529.412,- yang diperoleh dari hitungan:

    Rp 60.000.000,­-
           x  Rp 5.000,-  =  Rp 3.529.412,-   
­Rp 85.000,-­

Bank Syariah Koba dapat menawar harga yang diajukan oleh CV. Sungai Layang dengan harga yang lebih murah, sehingga dapat dijual kepada masyarakat dengan harga murah pula. Katakanlah misalnya Bank Syariah Koba menawar harga Rp 86.000,- per pasang, sehingga masih untung Rp 4.000,- per pasang dan keuntungan keseluruhan adalah :

  Rp 60.000.000,­-
    x  Rp 4.000,-  =  Rp 2.790.697,­-
Rp 86.000,­-




6.    Al-Ijarah (Leasing)

Pengertian Al-Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas ba­rang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri. Dalam praktiknya kegiatan ini dilakukan oleh perusahaan leasing, baik untuk kegiatan operating lease maupun financial lease.



7.    Al-Wakalah (Amanat)

Wakalah atau wakilah artinya penyerahan atau pendelegasian atau pemberian mandat dari satu pihak kepada pihak lain. Mandat ini harus dilakukan sesuai dengan yang telah disepakati oleh si pem­beri mandat.



8.    Al-Kafalah (Garansi)

Al-Kafalah merupakan jaminan yang diberikan penanggung ke­pada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dapat pula diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab dari satu pihak kepada pihak lain. Dalam dunia perbankan dapat di­lakukan dalam hal pembiayaan dengan jaminan seseorang.

9.    Al-Hawalah

Al-Hawalah merupakan pengalihan utang dari orang yang ber­utang kepada orang lain yang wajib menanggungnya. Atau dengan kata lain pemindahan beban utang dari satu pihak kepada lain pi­hak. Dalam dunia keuangan atau perbankan dikenal dengan kegiatan anjak piutang atau factoring.



10.    Ar-Rahn

Ar-Rahn merupakan kegiatan menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Kegiatan seperti ini dilakukan seperti jaminan utang atau gadai.

Kamis, 05 Mei 2011

PERKEMBANGAN EKONOMI BERBASIS SYARIAH

Perkembangan ekonomi berbasis syariah, khususnya di Indonesia, dewasa ini cukup menggembirakan. Banyak bank syariah, asuransi syariah, investasi syariah bahkan hotel syariah lahir dan tumbuh dengan kinerja yang tidak kalah dibandingkan konvensional. Ini menunjukkan bahwa ekonomi syariah dapat diterima masyarakat Indonesia, tidak hanya umat islam namun juga non-Islam. Bahkan, komunitas masyarakat Eropa, Amerika dan Jepang pun, berlomba-lomba ikut dalam pencaturan ekonomi syariah. Fenomena ini tentu sangat menggembirakan, dan bisa menjadi bahan acuan (benchmarking) bagaimana mensosialisasikan nilai-nilai islam (syariah) lainnya hingga bisa diterima masyarakat luas.
Adalah kewajiban bagi individu muslim, untuk menjalankan nilai islam secara totalitas (kaffah).  Tidak hanya aspek ekonomi, namun juga politik, hukum, sosial, budaya dan pendidikan. Salah satu aspek yang paling dekat dengan individu muslim adalah bagaimana membangun rumah tempat tinggal menjadi Rumah Syariah.
Menjadikan rumah tinggal sebagai Rumah Syariah haruslah menjadi perhatian setiap muslim, karena ia akan menjadi kunci dan memiliki dampak yang signifikan. Rumah Syariah akan menyokong terbentuknya RT Syariah. RT Syariah akan menyokong terbentuknya RW syariah, dan seterusnya akan saling menyokong hingga terbentuk negara syariah. Jadi tidak mungkin mencita-citakan negara syariah, jika individu muslim lupa menata Rumah Syariah.
Apa itu Rumah Syariah?
Untuk memahami Rumah Syariah, ada baiknya kita memahami do’a yang selalu kita panjatkan yaitu, “Robbana atinaa fiddunya hasanah, Wafil akhiroti hasanah, waqinaa ‘adaabannar”. Artinya “Ya Tuhanku, berikanlah kami hasanah di dunia dan hasanah di akhirat, serta jauhkan kami dari siksa kubur”
Berdasarkan penafsiran para ulama, yang dimaksud dengan hasanah akhirat dalam do’a ini adalah Surga. Dan karena kita memohon hasanah tidak hanya akhirat namun juga dunia, maka kita pun bisa ‘memaksakan’ pengertian Surga akhirat ini dengan Surga dunia. Muncul pertanyaan; adakah SURGA DUNIA ini? Kalaupun ada, bagaimana kita bisa menggapainya?
Untuk menjawab adakah Surga Dunia, mari kita pahami salah satu hadits nabi yang berbunyi :
“Rumahku Surgaku”
“Yang terletak di antara kamarku dan mimbarku adalah sekeping TAMAN SURGA”.
Berdasarkan hadits ini, kita bisa mengartikan bahwasanya ternyata ada yang namanya Surga Dunia, dan yang dituju tiada lain adalah Rumah. Artinya, rumah yang kita diami ternyata bisa menjadi surga dunia, jika dikelola sesuai aturan untuk menjadikannya surga (Rumah Syariah)
Bagaimana menjadikan Rumah Syariah sebagai Surga Dunia?
Al-Quran menggambarkan bahwasanya surga akhirat adalah tempat yang penuh kenikmatan. Surga akhirat semuanya kenikmatan dan semua yang ada di surga akhirat tidak ada yang haram. Berdasarkan karakteristik ini, maka kita bisa menafsirkan bahwasanya surga dunia (Rumah Syariah) adalah sebagai tempat yang penuh kenikmatan yang di dalamnya tidak terdapat sesuatu yang haram, baik bangunan, penghuninya maupun kegiatannya. Rumah yang seperti inilah yang bisa kita namakan sebagai rumah syariah.
Penjelasan detail mengenai karakteristik Rumah Syariah sebagai surga dunia adalah sebagai berikut:
  • Bahan bangunan yang digunakan untuk membangun adalah dari barang yang halal. Bagitu pula, uang yang digunakan untuk membangun adalah uang yang halalan thoyyiban mubarokan (HTM).
  • Rancang bangun, ornamen, serta hiasan rumah haruslah syar’i (islami). Misalnya, closet letaknya tidak menghadap kiblat, kamar mandi terpisah dengan closet, ruang tamu dan pintu terpisah untuk perempuan dan laki-laki, dan lain sebagainya.
  • Tidak ada patung di dalam rumah. Karena  malaikat rahmat tidak akan masuk ke dalam rumah yang terdapat patung.
  • Tidak ada barang haram dan musyrik di dalam rumah, misalnya gambar / video porno, jimat, keris, pisau tua, patung budha, patung yesus dan lain sebagainya. Menyimpan barang ini, sama artinya dengan menyimpan barang haram lain misalnya minuman keras dan babi.
  • Tidak ada kegiatan haram di dalam rumah, misalnya  judi, pesta miras, zina, pacaran, pornografi, pesta sabu dan lain sebagainya. Sebaliknya, mengisi kegiatan rumah dengan hal syar’i.
  • Letak rumah sebaiknya di tengah komunitas muslim. Karena tetangga / lingkungan yang baik akan memperngaruhi penghuni rumah. Manusia terbentuk dari lingkungan.
  • Lebih utama dekat dengan mesjid. Sebagaimana rumah nabi nempel dengan mesjid.
  • Seluruh penghuni rumah, termasuk pembantu, sopir, dan lain sebagainya adalah orang-orang yang shaleh, muttaqien (bertaqwa), shiddiqiin (orang yang benar menurut quran sunnah), robbaniyyun (orang yang selalu dekat dengan Alloh), dan muqorrobiin (berusaha dekat dengan Alloh).
  • Tidak menjadikan rumah sepi seperti kuburan, sebaliknya menyinari  rumah dengan bacaan al-Quran dari penghuninya (bukan kaset atau CD), pengajian, taklim, dan lain sebagainya.
  • Rumah islam memiliki kesan terbuka dan memudahkan orang bertamu. Karena tamu akan membawa rahmat. Bukan sebaliknya digembok malah dikasih tulisan ‘awas anjing galak’.
Demikian penjelasan singkat bagaimana membangun Rumah Syariah sebagai Surga Dunia. (KH. Kholil Ridwan”)