Kamis, 05 Mei 2011

PANDANGAN ISLAM TENTANG TIME VALUE OF MONEY

Pandangan Islam Tentang Time Value of Money
Berkenaan dengan uang, telah disinggung bahwa dalam ekonomi konvensional timbul pemikiran nilai uang menurut waktu (time value of money). Pertanyaan kita adalah apakah konsep ini benar dalam kerangka ekonomi  Islam?. Untuk menjawab pertanyaan ini perlu dianalisis lebih lanjut.
Konsep time value of money pada dasarnya, merupakan intervensi konsep biologi dalam bidang ekonomi. Konsep time value of money  muncul karena adanya anggapan uang disamakan dengan barang yang hidup. Sel yang  hidup, untuk satuan waktu tertentu dapat menjadi lebih besar dan berkembang. Dalam hal ini, harus dipahami oleh kita, bahwa uang bukan sesuatu yang hidup yang dapat hidup dan berkembang dengan sendirinya. Teori tersebut bukanlah teori ekonomi, dalam teori ekonomi ada sesuatu yang mengecil dan menjadi besar, yang disebapkan oleh upaya-upaya. Di dalam ilmu ekonomi dapat muncul risk-return profile. Dengan demikian, berkurang dan bertambahnya jumlah uang bagi seseorang jika diupayakan secara wajar adalah sesuatu yang normal.
Di dalam sistem ekonomi Islam, konsef time value of money tentunya tidak akan terjadi . untuk menganalisis ini, ada ajaran kuat dalam Islam yaitu trdapat dalam surat Al- Ashr : 1-3. Dari surat ini menunjukan bahwa waktu bagi orang adalah sama kuantitasnya, yaitu 24 jam dalam sehari, 7 hari dalam seminggu. Namun nilai dari waktu itu akan berbeda dari satu orang dengan orang lain. Perbedaan nilai waktu tersebut adalah tergantung pada bagaimana seseorang  memanfaatkan waktu. Semakin efektif dan efisien, maka akan semakin tinggi nilai waktunya. Efektif dan efisien akan mendatangkan keuntungan di dunia bagi siapa saja yang melaksanakannya. Oleh karena itu, siapapun pelakunya tanpa memandang suku, agama dan ras, secara sunatullah, ia akan mendapatkan keuntungan di dunia.
Di dalam Islam, keuntungan bukan saja keuntungan di dunia, namun yang dicari adalah keuntungan di dunia dan di akhirat. Oleh karena itu, pemanfaatan waktu bukan saja harus efektif dan efisien. Namun juaga harus didasari dengan keimanan. Keimanan inilah yang akan mendatangkan keuntungan di akhirat. Sebaliknya, keimanan yang tidak mampu mendatangkan keuntungan di dunia, berarti keimanan tersebut tidak diamalkan. Islam mengajarkan carilah keuntungan akhirat tetapi jangan lupakan keuntungan dunia.
Implikasi dalam dunia bisnis, ajaran Al-Qur’an tersebut mengindikasikan, bahwa dalam bisnis selalu dihadapkan pada untung dan rugi. Keuntungan dan kerugian tidak dapat dipastikan untuk masa yang akan datang. Bisnis pada dasarnya adalah hubungan antara return dan risk. Bisnis bukanlah aktifitas yang mendatngkan keuntungan tanfa ada resiko. Sebagai mana dijelaskan pada konsep time value of money, bahwa sebagai pengganti atas situasi ketidak pastian, maka dimunculkan konsep diskocont rate. Dalam ekonomi islam, pnggunaan sejenis diskon rate dalam menentukan harga muajjal bayar tangguh dapat dibenarkan.
Demikian pula pengguanaan diskon rate dalam menentukan nisbah bagi hasil, juga dapat digunakan. Nisbah akan dikalikan dengan pendapatan aktual, bukan dengan pendapatan yang diharapkan. Transaksi bagi hasil berbeda dengan transaksi jual beli atau transaksi sewa menyewa. Sebab dalam transaksi bagi hasil, hubungan antara kedua pihak, tidak terjadi antara penjual dengan pembeli atau penyewa denga yang menyewakan. Dalam transaksi bagi hasil, hubungan yang terjadi adalah hubungan pemodal dengan yang memproduksikan modal tersebut. Hak bagi mereka berdua akan timbul ketika usaha memproduksi modal tersebut, telah menghasilkan pendapatan atau keuntungan. Hak mereka adalah berbagi hasil atas pendapatan atau keuntungan tersebut, sesuai kesepakatan awal apakah bagi hasil itu akan dilakukan atas pendapatan atau keuntungan.
Dengan demikian, uang itu sendiri sebenarnya tidak memiliki nilai waktu. Namun waktulah yang memiliki nilai ekonomi. Dengan catatan bahwa waktu tersebut memang dimanfaatkan secara baik. Dengan adanya nilai waktu tersebut, maka kemudian dapat diukur dengan istilah atau batasan-batasan ekonomi. Sehubungan dengan tertahannya hak pemilik barang dalam transaksi ekonomi yang berkaitan dengan nilai waktu dapat diilustrasikan sebagai berikut : Apabila suatu barang dijual dengan tunai dengan untung sebesar Rp500, maka penjual dapat membeli barang lain dan menjual barang beliannya itu. Dengan demikian, keuntungan penjual tersebut (dimungkiinkan) bapat berlipat. Namun apabila barang dijual dengan tangguh bayar,maka hak penjual tertahan dan tidak dapat membeli barang lain. Sebagai konpensasi atas “tertahannya ‘’ hak penjual dari pembeli, maka Islam memberikan (mensahkan) harga tangguh lebih tinggi dari harga tunai.
Dengan teransaksi mudarabah/musyarakah dan transaksi jual beli memastikan keterkaitan antara sector moneter dan sector riil. Oleh  karena itu ,salah satu rukun jual beli adalah ada barang ada uang. Dengan demikian future trading dan margin trading yang tidak diikuti dengan goods delivery  adalah tidak sah. Berkenaan dengan ini, maka pada dasarnya konsep Islam menjaga keseimbangan antara sector riil dengan sector moneter.
Di dalam ekonomi Islam, tidak dikenal adanya permintaan uang untuk spekulasi (money demand for speculation). Sebap spekulasi tidak dibolehkan dan kebalikan dari system konvensional, yang memberikan bunga pada harta. Dalam Islam, harta adalah sesuatu yang dikenai zakat jika disimpan telah memenuhi haul-nya. Oleh karenanya motip money for transaction serta money demands for precauntionary dikenal dalam ekonomi Islam.
Dalam sejarah pernah terjadi, bahwa dalam keadaan banyaknya terjadi perang dizaman Rasullulah money demands for precauntionary relative tinggi dikalangan keluarga sahabat yang ditinggal perang. Dalam sejarah juga tercatat bahwa ketika ditandatangani perjanjian perdamaian Hudaibiyah, maka money demands for precauntionary turun derastis, dan selanjutmya mempercepat velocity of money. Begitupula ketika terjadi Fathul Makkah, money demands for precauntionary turun lebih jauh lagi dan menambah velocity 0f money.

1 komentar: